SE-PER-EMPAT ABAD
Hingar bingar kota memang tak bisa di
stop, walau sedetik. Konon lagi mau damai dan tenang, memang tak akan dapat,
tapi aku masih menyukai nuansa kota ini, kota yang mengajarkan aku untuk bisa
menjadi manusia yang bermoral dan
lebih mengenal tuhan.
Menjadi perempuan yang harus kokoh dan
pantang menyerah, kota ini memang sangat banyak membantu, Banda Aceh sedikit
banyak telah mengenalkanku dengan rasa asam, manis, pahit, sepat, gurih, asin,
bahkan tawar. Kota ini menjadi tempat persinggahanku bertransformasi dari usia
belasan hingga hampir memasuki seperempat abad, HUH!
Disini juga aku belajar mengenal diri
sendiri, mengenal teman, lawan, guru,
dan mencari pengalaman, aku ternyata anak rantauan dari kecil dulu. Lahir di sumatera
utara dengan lingkungan yang aku tak
kenal dekat, lalu terpaksa
hengkang angkat kaki karena kerusuhan
kata mamak, aku juga tak ingat betul. Besar di Aceh tenggara, tapi tak punya
sanak saudara disana, keluarga kami berdiri sendiri, tetangga kanan kiri yang
jadi saudara selama ini, di sana kami dibilang
orang medan, di medan kami disebut orang sana,
mamak batak dan bapak jawa, lalu kampung halaman kami dimana? Yang pasti KTP
dan KK sah menyebut kami penduduk Indonesia, bebas saja mau dibilang orang mana,
yang pasti aku tetap pulang ke rumah
mamak (.)
Mungkin sebentar lagi aku juga akan pindah
dari kota ini, disini terlalu nyaman, aku tak banyak bisa berbuat, aku aman. Dan
semakin kesini aku semakin cacat, tak banyak bergerak, berkeringat, apalagi
berkarya. Entah karena fase ini memang fase sedikit
sulit, begitu? Aku kadang setuju kadang juga tidak, sih.
Aku saat ini sering termenung, berfikir,
apa sebenarnya yang sudah berubah dari diri ini, sudah bermanfaat-kah untuk
orang lain, atau paling tidak bilang saja tidak menyusahkan orang lain, dan setelah
jalan ini selesai, harus jalan kemana lagi? Setelah kerikil tajam ini dimanakah
jalan mulus ber-aspal hitam nya? Dan banyak lagi tanda tanya yang perlahan-lahan
muncul tanpa di undang.
Untuk melakukan apa yang disuka saja,
tak mudah. Apa semua orang dewasa begini? Terlalu banyak berfikir tapi tak ada
hasil, ah buat malu saja perkataan barusan haha!
Tapi kota ini cantik, disini lautnya
bagus, warnanya biru memanjakan mata, lalu pasirnya juga putih, keduanya sangat
serasi dalam warna yang senada, biru putih hahah! Aku berusaha melucu sekarang,
entah kalian tertawa, ku harap iya
biar aku tak luka.
Aku bahkan sering membayol, dan selalu
bilang ke Allah kalau aku mau tinggal disini, punya rumah disini, ketemu
jodoh orang sini, hmm aku malu sekarang. Kenapa kadang aku suka sering
berpikir begitu, apa karena laut biru dan pasir putih? Bukan! Aku jatuh
hati dengan kota ini karena kota ini ramah, bersahaja, fasilitas mengaji
dimana-mana, serta syariat kota ini sangat bagus, aku suka.
Tapi jika disini tak banyak kemajuan
yang didapat dengan berat hati aku
harus mencari tempat persinggahan yang lain, suasana yang lain, dan pelajaran
di tempat lain.
Meski kota ini tetap memiliki tempat
sendiri di hati, disini aku bisa yakin untuk berhijab seutuhnya, disini aku
bisa mengenal tuhan, disini aku bisa makan salak pliek lima ribuan, yang
rasanya mirip hidup (asam, manis, sepat, kelat, kecut, bau aneh juga) haha! Amazing Taste!?



Comments
Post a Comment